Regulasi Budaya pada Musik

Kalau anda mau tahu apakah sebuah negara diurus dengan baik atau tidak, dengarkan saja musiknya. Begitu kata Zoel Lubis dalam komentarnya menanggap sebuah topik diskusi musik di Forum Apresiasi Musik Indonesia .

Ditambahkan, bahwa kekhawatiran kita mengenai semakin melunturnya apresiasi terhadap budaya musik daerah adalah kekhawatiran Bung Karno pula pada saat itu. Karena pelarangan Bung Karno atas musik ngak ngik ngok bukan sekadar pelarangan subjektivitas bersifat an sich.


Tapi sebagai seorang pecinta seni, Bung Karno paham betul, bahwa budaya musik ngak ngik ngok itu sebagai salah satu bentuk penjajahan budaya yang saat itu bisa dianggap merusak semangat dan kepribadian utamanya anak muda Indonesia. Dan budaya musik ngak ngik ngok ini dianggap oleh Bung Karno bisa mencerabut semangat cinta tanah air anak muda dari akar budayanya bila dibiarkan. Sementara menurut Bung Karno: Revolusi Belum Selesai.


Kita tahu, bahwa Bung Karno adalah sosok pemimpin besar revolusi Indonesia yang juga pecinta seni, baik musik maupun lukis. Ia pernah meliris album " Mari Bersukaria dengan Irama ( Irama Record, 1965 ), dan di Istana ada jadwal tetap pertunjukan musik tradisional. Bung Karno adalah sosok pemimpin yang sangat apresiatif terhadap seni yang berakar dari warisan budaya bangsa. Itu salah alasan politis mengapa Bung Karno begitu reaktif dengan budaya musik Ngak Ngik Ngok, untuk konteks saat ini lebih tepat diterjemahkan sebagai Budaya Popular. Karena jenis musik ini tak bedanya neokolonialisme kebudayaan yang dinilai bisa mengancam dan membahayakan identitas budaya bangsa.


Jadi langkah politik Bung Karno yang dikenal dengan Politik Trisakti, salah satunya merupakan bagian dari strategi kebudayaan sebagai langkah startegis untuk menjaga kedaulanan politik, kedaulatan ekonomi, dan kedaulatan kepribadian budaya bangsa. Sebagai wujud dari strategi politik kebudayaan, Bung Karno tidak menghendaki kedaulatan kepribadian, identitas, dan jati diri budaya bangsa ditindas dan digerogoti oleh keberadaan budaya musik ngak ngik ngok yang jelas-jelas dianggap tidak mencerminkan nation character building.


Bagaimanapun juga Musik sebagai bagian dari karya kebudayaan merupakan pencerminan nilai-nilai yang terkandung dari masyarakat bersangkutan. Bahkan tinggi rendahnya nilai budaya suatu masyarakat dapat dipelajari dari watak musiknya. Jadi saya sependapat dengan apa yang dikatakan Zoel Lubis, bahwa kalau anda mau tahu apakah sebuah negara diurus dengan baik atau tidak, dengarkan saja musiknya.

Di tengah gempuran budaya musik popular yang kian hari kian mengkhawatirkan mengancam kelestarian budaya musik daerah sebagai warisan budaya bangsa. Untuk menjaga semua itu, sudah selayaknya Pemerintah mengeluarkan sebuah kebijakan Regulasi Musik Indonesia, misalnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Antara lain, mewajibkan setiap album rekaman musik yang dirilis ke pasaran harus menyertakan minimal 1 (satu) lagu tradisionil/daerah. Termasuk juga bagaimana tv swasta juga memberi porsi pada penayangan lagu daerah. Karena bagaimanapun juga keberadaan tv swasta ini kini menjadi bagian tak terpisahkan dari sinergi kolaborasi industri rekaman sebagai penyebar budaya popular.

Di sini dibutuhkan peran lebih aktif lagi dan political will dari departemen Kementerian Informasi dan Komunikasi, dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dalam menyikapi hal ini. Karena sudah saatnya hal ini ditindaklanjuti dengan adanya kebijakan "Regulasi Musik Indonesia" kalau tidak - atau jangan sampai - musik (lagu) daerah sebagai warisan harta karun budaya bangsa digilas dan tergilas oleh budaya pupolar yang dirancang sebagai grand design kekuatan asing untuk melemahkan ketahanan budaya kita. Mari kita jadi budaya musik lagu-lagu daerah Nusantara yang merupakan warisan dan harta karun budaya bangsa ini sebagai pilar kekuatan ketahanan budaya bangsa, bangsa Indonesia.


Alex Palit
Sumber: _http://www.tribunnews.com/2011/02/07/regulasi-musik-indonesia-kenapa-tidak-3

0 komen dongg !! yah yah yah... pliss komen dong. :D:

Post a Comment